Rabu, 08 Agustus 2012

Runtuhnya ‘Tembok Tabu’ Judo Olimpiade

Wodjan Ali Seraj Abdulrahim Shahrkhani
Tiga tahun lalu, Wodjan Ali Seraj Abdulrahim Shahrkhani hanya bisa menikmati pertandingan judo dari siaran televisi atau lewat cerita yang dia dengar dari abang-abangnya. Menonton langsung di lapangan? Itu tak mungkin dia lakukan di negaranya. Arab Saudi melarang perempuan menyaksikan pertandingan olahraga.

Siapa sangka, bulan ini, gadis berusia 19 tahun itu tak sekadar menonton langsung, dia bahkan diperbolehkan pemerintahnya untuk bertanding di arena judo pada Olimpiade. “Anak saya berlatih judo baru 2,5 tahun, tapi gerakannya sangat cepat, dia siap bertarung dengan siapa saja,” kata sang ayah, Ali Seraj Abdulrahim Shahrkhani.

Wodjan menjadi bagian dari sejarah Olimpiade. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Arab Saudi mengirim atlet perempuan ke Olimpiade. Mereka adalah Wodjan dan rekannya, pelari Sarah Attar. Pada saat yang sama, dua negara lain yang belum pernah mengirim atlet wanita, Qatar dan Brunei, juga mengutus delegasi perempuan mereka ke Olimpiade London 2012.

“Kami tak henti berupaya mendorong perimbangan gender di Olimpiade,” kata Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Jacques Rogge, sekitar sepekan sebelum pembukaan Olimpiade 2012, yang berlangsung pada Jumat lalu. “Dan sekarang kita bisa menyaksikan hasil dari evolusi itu.”

Pesta olahraga yang berlangsung pada 27 Juli sampai 12 Agustus 2012 ini bisa dikatakan menjadi milestone di dunia olahraga perempuan. Baru kali ini semua negara peserta, kali ini berjumlah 204 negara, mengirim atlet laki-laki dan perempuan.

Dari kurang-lebih 10.500 atlet, 40 persennya adalah perempuan. Yang juga patut dicatat, baru kali ini Amerika Serikat mengirim kontingen wanita lebih banyak. Perbandingannya 269:261.

Saat Olimpiade modern pertama kali digelar, pada 1896 di Athena, atlet perempuan belum diperbolehkan berpartisipasi. Beberapa dekade kemudian, di Los Angeles 1984, nomor maraton di cabang atletik belum diperbolehkan untuk perempuan. Dua puluh tahun setelah itu, Olimpiade Atlanta 1996, masih terdapat 26 negara yang tak mengirim delegasi wanita. Terakhir, di Beijing 2008, hanya Arab Saudi, Qatar, dan Brunei yang tak mengirim atlet perempuan.

Membobol “garis tabu” yang tak memperbolehkan perempuan-perempuan bertanding di arena olahraga bukanlah pekerjaan ringan. Bekerja sama dengan organisasi-organisasi hak asasi manusia (HAM), IOC melakukan langkah pendekatan terhadap Arab Saudi, Qatar, dan Brunei--ketiganya negara Islam.

Sampai tiga pekan menjelang pembukaan, pemerintah Arab masih bilang, “tidak”. Mereka baru memastikan akan mengirim atlet perempuan pada hari terakhir pendaftaran kontingen, 9 April. Wodjan dan Sarah, dua atlet yang didaftarkan itu, sebenarnya tak memenuhi kualifikasi. IOC mengizinkan mereka ikut serta dengan fasilitas wild card.

Wodjan akan turun pada kelas 78 kilogram. Tak seperti pejudo Olimpiade lain, Wodjan belum pernah memenangi apa pun karena tak ada kejuaraan judo wanita di Arab Saudi. Namun dia sempat berlatih di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan Mesir selama beberapa pekan, khusus untuk persiapan ke London. Sisanya, Wodjan dilatih sang ayah di rumah mereka di Mekah.

Kesan asal comot pemerintah Arab terjadi pada kasus Sarah Attar. Gadis berusia 19 tahun ini memiliki dua kewarganegaraan, Arab Saudi dari pihak ayah dan Amerika Serikat dari ibunya. Sarah lahir dan besar di California. Dia kini bersekolah jurusan seni di Universitas Pepperdine, California.

Di kampusnya, Sarah aktif mengikuti lomba atletik di nomor-nomor lari 1.500 meter dan 3.000 meter. Bila berlomba di Amerika, Sarah mengenakan celana pendek dan kaus tanpa lengan. Di London, dengan membawa panji Arab Saudi, Sarah akan bertanding di nomor lari 800 meter, dan mengenakan jilbab penutup rambut.

“Ini sebuah penghargaan besar, menjadi wanita pertama Arab Saudi yang ke Olimpiade. Saya berharap akan semakin banyak wanita dari negara saya yang terlibat di masa depan,” kata Sarah di rekaman video yang dia kirimkan ke IOC.

Sedikit melumernya kebijakan Arab Saudi soal wanita mereka tak lepas dari lobi Qatar, negara tetangga sesama Timur Tengah. Setelah gagal menjadi tuan rumah Olimpiade 2016 dan 2020, Qatar membidik menjadi tuan rumah pada 2024. Salah satu kampanye yang mereka tawarkan adalah soal kemajuan kawasan. Jadi, dengan Arab Saudi mengirim atlet perempuan, hal itu menjadi bahan kampanye yang baik buat Qatar.

Qatar mengirim empat atlet perempuan, yaitu Nada Arkaji (renang), Noor al-Malki (atletik), Aya Magdy (tenis meja), dan Bahiya al-Hamad (menembak). Bahiya juga ditunjuk menjadi pembawa bendera kontingen Qatar pada pembukaan. Hal yang sama terjadi pada Maziah Mahusin, wanita pertama dan satu-satunya yang dikirim Brunei ke London 2012. Maziah juga menjadi pembawa bendera negaranya.

Noor al-Malki, 17 tahun, akan bertanding di nomor lari 100 meter. Ayahnya seorang polisi, ibunya guru, Noor satu dari 13 bersaudara. Pada 2011, Noor lolos seleksi untuk ikut kamp pemusatan latihan Olimpiade. Meski catatan terbaiknya tak lolos kualifikasi, Noor tetap diizinkan IOC berangkat ke Olimpiade. “Saya hampir tak percaya dengan kenyataan ini,” katanya.

Atlet Wanita di Olimpiade

1896: Olimpiade Athena tanpa peserta wanita.
1900: Kejuaraan di Paris ini mulai mengikutsertakan perempuan di cabang tenis, golf, perahu layar, dan berkuda.
1912: Renang wanita mulai diselenggarakan.
1928: Atletik mulai diperbolehkan untuk wanita. Namun, karena banyak perempuan yang pingsan saat mengikuti lari 800 meter, nomor ini tak diperbolehkan lagi sampai 1960.
1984: Penembak perempuan mulai masuk.
2000: Angkat besi wanita dipertandingkan.

1 komentar:

  1. 1xbet korean review - Legalbet
    1xbet korean review · 1xbet korean sportsbook · 1xbet korean หารายได้เสริม betting apps · 1xbet korean betting apps 1xbet korean · 1xbet korean betting app septcasino · 1xbet korean betting

    BalasHapus