Jumat, 09 September 2011

Apa sulitnya Mengembangkan Judo !!

Pejudo Trisakti bersama Jimmy Pedro
Bagaimanakah memperkenalkan olahraga Judo di kalangan orang awam !!. Jawabannya, ya sangat susah (lah kok beda ma judul blognya). Bukan maksud hati untuk mengejek, bilamana ada yang bertanya kepada saya mengenai hal ini. Karena kalau saja saya boleh berbicara secara jujur. Judo di Indonesia untuk 5 tahun kedepan memang masih sangat sulit untuk berkembang. Jangan dulu kita berbicara mengenai prestasi atau menciptakan prestasi dari olahraga Judo di tingkat lokal. Karena dengan anda memiliki Dojo atau minimal 3 murid saja, sebenarnya hal tersebut sudah menjadi  prestasi tersendiri bagi anda. Tidak percaya!, silakan saja anda hitung, ada berapa dojo yang eksis (dalam arti murni aktif memberikan materi pelatihan Judo) di kota anda.

Selain itu, Judo sudah dicap sebagai olahraga yang cukup mahal. Untuk seragam saja, setidaknya anda harus merogoh kocek yang sangat dalam, belum lagi matras atau iuran yang mengikutinya bila ikut di Klub yang “sedikit”  mencari profit untuk menghidupi klub itu sendiri.  Lebih lucu lagi,  apabila anda sanggup memiliki atau membeli seragam Judo yang termahal sekalipun namun tidak  diikuti oleh fisik anda yang sangat sehat dan kuat. Sudah menjadi rahasia umum, Judo telah dikenal sebagai olahraga keras yang “mustahil” dalam prakteknya tidak membutuhkan fisik (pakai bajunya aja udah keringetan hahaha). Berani taruhan, untuk pemanasan standar sekalipun, banyak praktisi judo yang angkat tangan, bagaimana dengan orang awam. Belum lagi pola kepengurusan dan administrasinya yang terkadang ricuh di tengah jalan. Jadi, salahkah saya apabila memberikan pernyataan bahwa sangat sulit sekali untuk mengembangkan olahraga Judo di Indonesia.

Ilias Iliadis
Saya sering Chating dan bertukar email mengenai kondisi Judo Indonesia dengan beberapa pejudo luar Indonesia. Bahkan diantaranya juara-juara dunia seperti Jimmy Pedro, Ilias Iliadis, Patrick Van Kalken dan lainnya. Kesimpulan mereka cukup miris bagi kita (baca Indonesia), dimana mereka rata-rata mengatakan bahwa Tidak akan ada PEJUDO INDONESIA yang dalam waktu 10 tahun kedepan sanggup berbicara di tingkat dunia, atau bahkan Asia sekalipun. Anda marah dengan pernyataan saya, tunggu saja setelah anda membaca tulisan saya selanjutnya (semoga sih gak marah lagi ).

Ilias Iliadis (salah satu Juara Dunia dan Olimpiade Cabang Judo) mengatakan kepada saya bahwa “Judo nowdays is faster, harder,and tactical demanding,” . Pernyataan Ilias Iliadis sebenarnya hendak menggambarkan tren Judo masa kini yang makin cepat, makin keras dan tentunya makin memeras otak. 
  • Lebih cepat : Judo modern berlangsung cepat, bukan cepat dalam hal bergerak, tetapi juga dalam hal eksekusi teknik lanjutan. Seperti dalam menyapu lawan, mengcounter teknik dan menyerang balik. Bahkan kecepatan kini juga dituntut saat dalam menyerang, bertahan dan transisi
  • Lebih keras : Judo modern menuntut banyak duel-duel 1 vs 1 yang keras. Ini memaksa pemain harus memiliki stamina dan kemampuan mumpuni.
  • Lebih memeras otak : Judo modern semakin taktikal. Segala sesuatunya berusaha dirancang dengan set-play kompleks yang terencana sistematis. Di sisi lain pejudo juga di tuntut memiliki kreativitas untuk sekali waktu berimprovisasi demi kontribusi yang posistif terhadap prestasi dirinya. 
Beberapa fenomena dapat menjadi contoh bahwa betapa Judo modern semakin cepat, keras dan  memeras otak. Fenomena team Judo Jepang yang secara fisik jauh dengan pejudo Eropa, disaat menguasai perolehan medali dalam berbagai event Judo dunia dapat menjadi contoh betapa pentingnya atlet bermain dengan tempo cepat pada saat yang tepat secara mengejutkan. Fakta menunjukkan pejudo Jepang menjuarai Kejuaraan dunia dengan banyak mencetak nilai ippon melalui perpaduan dan kombinasi teknik keras yang sangat cepat.

Pelajaran berharga dari Kejuraan Judo Dunia 2011, telah membawa pada suatu kesimpulan berharga. Yakni Judo selalu berkembang detik demi detik. Dalam kondisi demikian, PJSI dan para pembina Judo usia muda di Indonesia perlu terus menyesuaikan metode, sistim dan kurikulum latihan di tiap dojo agar sejalan dengan perkembangan Judo modern.

Pekerjaan ini tidaklah mudah, sebab pembina Judo usia muda di Indonesia kini dihadapkan pada berbagai tantangan sosiologis kehidupan modern yang dapat mengganggu perkembangan pejudo menuju prestasi internasional handal. Selain tantangan sosiologis, pelatih Judo usia muda juga berada di bawah tekanan struktural yang mengekang. Baik yang berasal dari struktural pendidikan, maupun dari PJSI sendiri.  

PROBLEMA PEMBINA JUDO USIA MUDA :
  1. Minimnya sarana latihan : Jumlah fasilitas olahraga Judo yang minim berujung pada rendahnya minat masyarakat pada olahraga Judo. Tentunya hal ini berimbas pada atlet Judo yang perlu dilatih dalam area yang dilengkapi dengan matras (Tatami).
  2. Padatnya jam kegiatan belajar : Dahulu, kegiatan pendidikan hanya berlangsung hingga jam 1-2 siang. Tiap sore hingga menjelang malam, anak-anak dan remaja dapat berlatih Judo. Kini, fenomena tersebut sirna seiring dengan sekolah hingga jam 4 sore. Belum lagi ditambah dengan kegiatan pelajaran tambahan.
  3. Buruknya kurikulum olahraga di sekolah : di tengahnya padatnya jam belajar formal, tidak diikuti kurikulum pendidikan jasmani yang kontributif. Praktis siswa hanya berolahraga 90 menit/minggu
  4. Minimnya kompetisi Judo usia muda yang berkwalitas : selain penyelenggaraan kompetisi Judo internasional Ganesa Cup, Trisakti Open, Soehod Cup, Popnas,dan Sirkuit Judo Sejabotabek, tidak ada lagi kompetisi yang dikhususkan bagi atlet judo usia muda. Kompetisi pun semakin menurun waktu demi waktu.  
Berbagai problema pembina Judo usia muda di atas sebenarnya berujung pada suatu konsekuensi. Yakni buruknya kemampuan khasanah gerak atletik dasar para pejudo. Dengan minimnya ruang latihan, serta sedikitnya jam untuk berlatih Judo, kemampuan gerak atletik pejudo jarang sekali terasah. Ini ditambah lagi degan buruknya kurikulum olahraga di sekolah yang tidak pernah terfokus pada pengayaan khasanah gerak dasar olahraga seperti cara berjalan, berlari, melompat, melempar, dst.

Dalam konteks pengembangan olahraga Judo, berkurangnya kesempatan untuk berlatih Judo secara baik dan benar sangatlah merugikan. Berlatih Judo di sebuah dojo yang khusus diperuntukkan untuk olahraga Judo sangatlah efektif dalam membentuk Pejudo tangguh. Dengan jumlah sparing dan area latihan yang luas, pejudo banyak melakukan uchikomi dan randori dengan lawan dan kondisi yang bervariasi. Singkat kata, keberadaan fasilitas dan sparing dalam Judo membantu proses pembinaan usia muda. Terutama dalam hal menumbuhkan kecintaan anak pada olahraga Judo. 

Suasana penyelenggaraan 3rd Ganesa Cup Judo
Dalam perkembangan olahraga Judo modern, serta di tengah tantangan yang mendera para pembina Judo usia muda, seluruh Pengurus Provinsi (Pengprov) yang ada, perlu mengambil peran yang lebih optimal. Hal ini terjadi karena Pengprov kini praktis menjadi satu-satunya induk organisasi Judo terbesar dan acuan bagi klub-klub Judo di suatu Propinsi.  Jelas, bahwa di Indonesia saat ini, sulit rasanya mengharapkan anak-anak atau remaja berlatih judo di suatu klub tanpa peranan dan andil dari Pengurus Propinsi.Satu hal utama yang perlu dilakukan adalah menyiapkan program latihan khusus bagi pejudo usia muda yang berkualitas bagi anak-anak dan remaja yang terlibat dalam sebuah klub Judo. Sayangnya di tengah banyaknya klub Judo di Indonesia, tak banyak klub Judo yang menyediakan program latihan bagi pejudo usia muda. Tingginya atlet judo usia muda yang meninggalkan klub sebagai akibat terlalu kerasnya program latihan, merupakan indikasi bahwa tak banyak klub judo yang sanggup menyajikan program latihan yang berkualitas. Fakta ini kemudian memunculkan beberapa pertanyaan fundamental :
  1. Bagaimana menjadikan Judo sebagai pemenuh kebutuhan anak-anak dan remaja? 
  2. Bagaimana menciptakan metode latihan judo bagi usia muda yang sesuai dengan karakter psikologis dan fisiologis anak-anak dan remaja?
  3. Bagaimana menciptakan suatu kompetisi judo yang dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi tiap anak-anak dan remaja?
  4. Bagaimana klub menjadi suatu tempat berlatih judo yang menarik dibanding dengan kegiatan olahraga dan rekresional lainnya?
  5. Sejauh mana Klub dan Pengurus Propinsi juga dapat memenuhi kebutuhan pejudo usia muda dan remaja di luar olahraga Judo?
Beberapa pertanyaan di atas sebenarnya merupakan auto kritik terhadap peran Pengurus Propinsi di Indonesia selama ini. Yakni bagaimana berbagai kegiatan yang di tawarkan klub atau Pengprov ternyata tidak selalu mengena dengan kebutuhan anak-anak dan remaja. Oleh sebab itu, para pembina Judo usia muda perlu mengubah cara pandang tentang tugas dan tanggung jawab klub ataupun Pengprov. Berikut ini beberapa hal yang klub atau pengprov perlu sajikan untuk memenuhi kebutuhan pejudo usia muda dan remaja.
  1. Latihan berkualitas yang atraktif : metode latihan harus menggugah motivasi dan kecintaan terhadap Judo. Banyak melakukan permainan uchikomi yang bervariasi, game newaza dan randori permainan adalah hal yang terpenting. 
  2. Kualitas Organisasi pertandingan yang fleksibel : Rangkaian pertandingan rutin memberi kesempatan seluas-luasnya bagi semua pejudo untuk bertanding. Bertanding sesuai level dan usia setiap 3 bulan sekali adalah harga mati.
  3. Format turnament yang inovatif : kompetisi secara berkala yang terfokus pada individu (jam terbang atlet). Bukan pada pencarian juara. Format kompetisi harus melibatkan sebanyak mungkin peserta, sehingga pejudo usia muda dapat belajar dan berkompetisi.
  4. Kegiatan rekresional non Judo : kegiatan non Judo seperti team building, outing, atau memainkan olahraga lain diluar dojo sangat penting untuk menunjang olahraga Judo.
Melihat berbagai kenyataan di atas. Klub atau Pengprov dengan segala keterbatasan yang ada perlu mengambil peran. Sebab detak jantung pembinaan Judo usia muda di Indonesia kini terletak di Klub dan Pengprov. Latihan berkualitas ini juga akan di dukung dengan berbagai game dalam latihan dan kompetisi. Demi menjadikan Klub/Dojo sebagai pabrik pencetak pejudo masa depan berkualitas.

Sementara ini saja dulu tulisan yang bisa saya bagikan demi kepentingan dan pengembangan olahraga Judo di Indonesia. Wajib diingat adalah, saya merupakan salah satu pelatih muda yang masih terus mencari ilmu dan menimba pengalaman dari senior yang senantiasa memberikan dukungan nasehat kepada saya. Jadi masih banyak salah penafsiran di penjabaran tulisan saya dengan persepsi anda.  Insya Allah bila ada umur, kedepannya saya akan mencoba mengupas mengenai alasan saya memperjuangkan pertandingan Judo agar  diselenggarakan di Mal dan bukan di fasilitas dojo yang sudah tersedia. Bila ada kesalahan dalam tulisan saya ini, mohon agar dapat dimaafkan.
Wassalam








Minggu, 04 September 2011

Subhan Prasandra -JUDO The Untold Story

 Judo Trisakti menjadi Cover Tabloid Kampus
Banyak teman-teman saya menanyakan, mengapa saya begitu mencintai olahraga Judo hingga saat ini. Mereka begitu takjub melihat Olahraga yang tampak begitu berbahaya di mata mereka dapat lekat di keseharian saya. Judo memang sedikit ekstrim bagi sebagian orang awam. Betapa tidak, mengingat Judo memiliki kombinasi teknik-teknik berbahaya di dalam aplikasi latihannya seperti membanting, mencekik bahkan mematahkan tulang dan persendian tubuh.
Percayakah kalian, bahwa awal saya berpartisipasi di olahraga ini saya langsung menggunakan Sabuk hitam (salah satu tingkatan tertinggi di Judo). Kalian heran, begitu juga saya hahaha!. Karena saya ada waktu senggang, disini saya ingin mencoba membagi pengalaman saya, bukan pengalaman sebagai juara Judo (karena saya sering kalah tentunya wkwkwkwk), tapi lebih terfokus ke pengalaman saya yang lain yaitu pengalaman saya mempelajari hingga hobi dengan olahraga Judo.

Saya memulai olahraga Judo, tidak lama ketika dojo Toray Tangerang berdiri di dekat rumah saya waktu itu, tepatnya pada tahun 1994. Ketua Toray Judo Club pertama kali, siapa lagi kalau bukan Ayah saya. Beliau yang saat itu menjabat sebagai salah satu pimpinan di Toray Group dipercaya sebagai pelopor berdirinya salah satu dojo Kokoh dan mewah pada masa itu. Karenanya, sebagai pimpinan di perusahaan besar dan kebetulan menjabat juga sebagai Ketua Perkumpulan yang baru berdiri, malu rasanya bila tidak mengikutsertakan salah satu anggota keluarga sebagai “tumbal” nya. Dan tentunya pilihan tersebut jatuh ke saya !.

Seingat saya (sebelum kebanyakan di banting), saat itu saya masih duduk di bangku SD kelas 6 dan masih kurus-kurusnya. Ditawari sesuatu yang mengancam jiwa saya, tentu saja saat itu saya menolak keras menjadi tumbal. Pikir saya, gila..taruhannya nyawa nih ikut kaya gituan !. meski menolak pada akhirnya, tetap saja saya tetap dipaksa ikut latihan. Masih membekas di ingatan saya. Sensei yang pertama mengajari saya Judo yakni seorang Jepang bernama Mr. Nishikawa Sensei. kekar, jago, galak tapi berwibawa. Oh ya, kalian pasti masih penasaran kan, mengapa saya memakai sabuk hitam di awal latihan. Sebabnya saat itu, saya suka banget sama Ninja berbaju hitam wkwkwkw…!!! jadi karena adanya hanya sabuk hitam yang menganggur di rumah (punya sepupu yang latihan Boxer), ya saya pakai ajalah biar keren hahaha. Dan hari pertama latihan sukses saya dibantai makian bahasa Jepang dari Mr. Nishikawa wkwkwk.

Rekan latihan saya saat pertama kali latihan namanya Irdan Rahadian (Alm), waktu saya latihan, dia sudah memakai sabuk kuning dan udah jago judo (pejudo seangkatan saya pasti ikut setuju), dia salah satu andalan team Judo Jabar pada masa itu, selevel dengan Ira Purnamasari, Yofan Halim, Aimee, Yuli Yuliani, dan Hendy. Perlahan namun pasti saya telah keracunan judo, dan mulai menularkan virus Judo di SMP. Alhamdullilah, hingga kini teman-teman SMP dan SMA saya seperti : Ray Victory, Dicky Gunawan, Noviandri, Yophie Yudo, dan Gibran Fatarif Tody, yang saya tularkan Virus Judo masih terjalin hubungan yang sangat baik.
Lama berkecimpung di olahraga ini, menyadarkan saya bahwa penting sekali belajar beladiri di masa muda. Banyak sekali manfaatnya, selain bisa ditakuti orang :) kita pun ternyata bisa menggali potensi diri melalui hobi yang kita rintis. Berdasarkan kombinasi dan pemikiran kacau itu pulalah, pada akhirnya saya memberanikan diri untuk membuka sebuah kelas judo, masih di lingkungan Toray Judo Club. Anggotanya datang dari temen-temen SMA adik saya, ternyata banyak juga pesertanya. 

Sosialisasi Judo By media
Memasuki masa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, saya masih setia menggeluti Olahraga Judo. Kemudian mempelajari Aikido di bawah bimbingan langsung Ferdiansyah Sensei dari Keluarga Besar Aikido Indonesia (KBAI). Jujur saja, saya ikut Aikido karena saya terkesima dengan gerakan Steven Seagal, dia tidak pernah cidera saat berantem wkwkwk. Sayangnya, setelah latihan sekitar 3 tahun, ternyata tidak ada satupun teknik Aikido yang dapat diaplikasikan di Judo dan sebaliknya, saya jadi susah beradaptasi untuk dibanting secara sukarela di Aikido, karena system tubuh saya merespon untuk tidak mau dibanting dan selalu reflek menyerang balik (wkwkwk..judo banget dah), kecewa dengan hasil tersebut akhirnya saya memutuskan berhenti dan tetap melanjutkan Judo.
Pada tahun 2004, saya dan junior saya dari Toray Judo Club yakni Satria Rahman Danu. Mendirikan Judo di SMAN 1 Jakarta Pusat. Inilah momen kelahiran prestasi beberapa pejudo DKI seperti Frisma Wahdaniati, Indah Puspitasari, Zahra, Cici dan Susan Heledy. Meski seiring waktu, saat ini hanya Frisma Wahdaniati dan Indah saja yang masih melakukan latihan karena kesibukan masing-masing.

Tidak lama saya lulus kuliah, kedua adik saya yang atlet Judo, ternyata diterima juga di Universitas Trisakti. sehingga, tidak dibutuhkan waktu lama tepatnya ketika saya dan adik saya, Meirina Ulfah berhasil menggondol 2 medali emas dari 2 peserta dari Universitas Trisakti di ajang Kejurnas Judo Mahasiswa di Malang Jawa Timur. Saya dihadiahi sebuah ruangan dengan matras di Gedung Fakultas Hukum Lantai 9 Kampus A Universitas Trisakti. Di saat bersamaan, masuklah angkatan pertama dari Judo Trisakti seperti : Imam Munandar, SH., dan Andi Irawan, SH., yang tetap memberikan kontribusi bagi perkumpulan hingga saat ini. Inilah cikal bakal terbentuknya Elite Judo Trisakti.

Angkatan Pertama Elite Judo Trisakti
Di Perkumpulan Judo Trisakti, imajinasi dan kreatifitas saya semakin tertantang untuk dikembangkan. Salah satunya dengan menyelenggarakan Kompetisi Judo Trisakti Open yang di awal pelaksanaannya begitu banyak mendapat cemohan dan cobaan dari klub-klub besar. Tapi, disinilah sebenarnya letak kekuatan kami sebagai team, semakin diledek semakin meledak. Siapa sangka, bahwa kompetesi yang saat itu dinilai 'ecek-ecek' sanggup bertahan hingga penyelenggaraan ke 5 di tahun 2011.

Ironisnya, dengan keberhasilan kami (bukan saya), banyak pihak terutama klub besar dari daerah sendiri yang masih mengkaitkan keberhasilan ini karena campur tangan dari Universitas Trisakti !. Oleh karenanya, demi untuk membuktikan potensi dan kesolidan tim panpel. Pada tahun 2009, saya kembali menyelenggarakan kompetisi judo Ganesa Cup di Toray Judo Hall. Kompetisi ini sekaligus sebagai Tribute saya selaku jebolan Toray Judo Club. Kompetisi ini berlanjut hingga tahun 2010 dan 2011 di salah mall terbesar di Kota Tangerang. 

Saat ini, Elite Judo Trisakti (UKM Judo Trisakti bila di sebutkan di Kampus Trisakti), masih berdiri kokoh. Tentunya hal ini berkat kepemimpinan beberapa ketua yang memiliki tanggung jawab dan kepedulian yang sangat tinggi bagi tim. Inilah beberapa nama ketua, yang pernah menjabat sebagai ketua UKM Judo Trisakti :
  1. Maulana Adriansyah : Periode Tahun 2005
  2. Imam Munandar : Periode Tahun 2006
  3. Rully Ardian : Periode Tahun 2007
  4. Dewata Vinansius Adam Gultom : Periode Tahun 2008
  5. Sangapta Duana Ginting : Periode Tahun 2009 – 2010
  6. Andreas Roberto Manuel Sumbung – 2011
  7. Siti Juwita : Periode Tahun 2012